Jumat, 19 Maret 2010

Kisah Nabi Huud as.

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati yang Kami ambil dari tanah. Lalu Kami jadikan saripati itu air mani yang disimpan dalam tempat yg kokoh (rahim). Kemudian air mani tersebut Kami jadikan segumpal darah, dari segumpal darah Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia makhluk yg berbentuk lain, maka Maha Suci Allah Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian sesudah itu sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan dari kuburmu di hari kiamat. Sesungguhnya Kami telah menciptakan langit berlapis-lapis (tujuh lapis) dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan Kami. Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu Kami jadikan air tersebut menetap di bumi dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya. Lalu dengan air itu Kami tumbuhkan untukmu kebun-kebun korma dan anggur, didalam kebun-kebun tersebut kamu dapatkan buah-buahan yang banyak dan sebagian dari buah-buahan itu kalian makan. Dan pohon-pohon kayu Thursina (pohon Zaitun), menghasilkan minyak, menjadikan kuah bagi orang-orang yang makan. Dan sesungguhnya pada binatang ternak terdapat ilmu yang penting bagi kalian. Kami beri kalian minum dari air susu mereka, dagingnya bermanfaat bagi tubuh kalian, sebagian darinya kalian makan. (QS. Al-Mukminun : 6-21)




Urfakhsyad bin Sam, menurunkan umat-umat pilihan dan darinya kebanyakan nabi dan rasul berasal, salah satunya adalah Hud as. Hud selain hamba kepercayaan Allah SWT. juga seorang petani, lahan pertaniannya berlokasi di Al-Ahqaaf (QS. Al-Ahqaaf: 21) sebelah utara Hadramaut, sebagai layaknya petani beliau juga mengatur irigasi agar lahan pertaniannya dialiri air sehingga kelembaban tanah pertaniannya selalu terjaga. Istri beliau seorang perempuan yang tidak beriman, rambutnya dipenuhi uban, matanya juling, tidak taat dan tidak meyakini kenabian dan kerasulan sang Suami.

Nabi Nuh as., menjalani kehidupan baru lebih kurang lima puluh tahun setelah tragedi tektonik yang disusul oleh kegiatan tektonik berikutnya yang menghasilkan bencana Tsunami dan letusan dahsyat gunung Najaf. Ketika itulah Jibril as. menyambangi beliau untuk menyampaikan perintah Allah Azza wa Jalla: wahai Nuh, usiamu hidup di muka bumi akan segera berakhir, karenanya aku diutus mengabarimu tentang regenerasi kenabian atau khalifah. Allah telah menetapkan putramu Sam sebagai penggantimu, sebelum diangkat Hud as. sebagai nabi dan rasul setelah engkau (dari Adam as. hingga Isa as., Al-Jazairi, 2009).

Sam bin Nuh, memiliki beberapa putra diantaranya adalah Irm dan Urfakhsyad. Irm memiliki cucu-cucu, namanya antara lain ‘Aad dari anaknya yang bernama Aush dan cucunya Tsamud dari anaknya yang lain. Sementara Hud as. adalah cucu dari Urfakhsyad dari anaknya Syalikh.

Kaum ‘Aad

‘Aad bin Aush, jadi pemimpin suku di pedalaman jazirah Arab, di tempat yang bernama Al-Ahqaaf terletak di utara Hadramaut antara Yaman dan Umman, suku ini dikenal kemudian sebagai kaum ‘Aad, memiliki dua orang putra Syadid dan Syidad. Kaum ini merupakan suku tertua sesudah kaum nabi Nuh as. dan mereka dikenali memilki tubuh yang kekar dan kuat, diceritakan kembali oleh Abu Ja’far al-Baqir ra. dari penuturan Nabi saw. bahwa; tinggi mereka sepadan dengan tingginya pohon-pohon kurma, sanggup memecahkan bebatuan gunung dengan tangan-tangan telanjang mereka.

Daerah mereka terdiri dari lembah yang dikelilingi oleh perbukitan, pohon-pohon nan hijau lebat menutupi seluruh sisi perbukitan, sumber-sumber air dengan kejernihannya mengalir dari perbukitan menuju lembah, ikan-ikan berwarna warni terlihat dengan indahnya berenang bermain dan mencari makanan yang terbawa oleh arus air dari hulu yang mengandung banyak sumber makanan. Dilembah tersebut Huud as. dengan keluarganya hidup berdampingan dengan kaumnya yaitu ‘Aad. Mereka hidup dengan bercocok tanam karena tanah disekitar mereka sangat subur, Al Quran sebagai kumpulan Firman-Firman Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah saw. menginformasikan kepada kita bahwa pada saat itu mereka kebanyakan menjadi petani kurma dan gandum selain tanaman lainnya diantaranya jeruk dan pisang disamping itu mereka memiliki peternakan kuda, unta, dan domba. (QS. Asy Syu’araa’: 132—133)

(QS. Al-Insyrah: 1-6) Kami telah melapangkan dadamu, meringankan bebanmu, meninggikan derajatmu. Sesungguhnya dibalik kesusahan akan datang kemudahan. Kisah perjalanan panjang hidup nabi Nuh as. dan Sam bin Nuh yang begitu sarat dengan tantangan mensyiarkan Firman-Firman Allah SWT. kepada kaumnya, dinikmati sebesar-besarnya oleh kaum ‘Aad yang tidak lain dan tidak bukan adalah keturunan beliau. Allah SWT. memberikan kelimpahan rezeki dan memberikan mereka bakat yang luar biasa dalam bidang seni dan pahat, mereka hidup makmur, sejahtera dan bahagia dari hasil pertanian, peternakan, dan perikanan dikarenakan kesuburan tanah yang mereka tempati. Banjir rezeki tersebut berdampak juga terhadap waktu luang yang mereka miliki, banyak kekosongan waktu bagi mereka, aktifitas mereka di luar rumah jadi berkurang karena telah diambil alih oleh orang-orang upahan atau budak-budak yang mengerjakan kebun-kebun pertanian dan mengelola peternakan mereka, alhasil tiap tahun istri-istri mereka melahirkan bayi-bayi baru kaum ‘Aad sehingga dalam waktu singkat kuantitas mereka berkembang begitu cepat sehingga menjadi suku yang terbesar diantara suku-suku yang hidup di sekitarnya.

Rezeki, Rahmat, dan Barokah yang begitu besar diberikan Tuhan kepada kaum tersebut telah menjauhkan mereka kepada Allah Azza wa Jalla, Iblis dengan segala upaya menjauhkan mereka kepada ketaatan kepada Rabbnya, keahlian mereka dalam hal seni memahat telah dilencengkan Syeitan, patung-patung pahatan mereka yang berseni tinggi dijadikan Idol-Idol atau Tuhan-Tuhan bagi sesembahan mereka. Dan memang dalam keseharian kehidupan mereka seakan-akan patung-patung tersebut yang memberikan mereka rezeki, kesembuhan, perlindungan padahal semua itu adalah pekerjaan Syeitan. Ada dua patung terkenal dimasa itu yang mereka namakan Shamud dan Alhattar, berhala tersebut mereka yakini sebagai pemberi kebahagian, kebaikan, dan keberuntungan serta dapat melindungi mereka dari kejahatan, kerugian, dan segala macam musibah yang akan menimpa mereka diantaranya penyakit dan kekeringan.

Karena mereka sudah menjadi saudaranya IBLIS dan melupakan Allah SWT. sebagai pencipta mereka. Allah Azza wa Jalla, memilih dan mengutus saudara mereka, Hud as. untuk memberi peringatan agar mereka jangan melampaui batas, yaitu jangan mempersekutukan Tuhan, karena itu adalah pekerjaan Syeitan Laknatullah, dan jika perbuatan tersebut dilakukan terus menerus maka mereka di hari kiamat nanti akan di masukkan ke dalam neraka yang bahan bakarnya salah satunya adalah mereka sendiri. Aku kata Allah SWT.: Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dan Aku tidak mau hambaKu jadi penghuni neraka seperti Iblis, Syeitan, dan sebagian Jin yang mereka nantinya kekal didalamnya.

Jibril as. membawa perintah dari Allah SWT. kepada Hud as. yang telah memuliakan beliau dengan mengangkatnya menjadi nabi dan rasul (QS. Al-A’raaf: 67; Asy-Syu’araa’: 125), Wahai Hud, beri peringatan sudara-saudaramu karena mereka telah melewati batas dengan mempersekutukan Aku, mereka saudaramu (kakek-kakek kalian adalah anak dari Sam bin Nuh) telah menukar keimanannya yang seharusnya menjadi Hak-Ku kepada patung-patung yang telah mereka buat sendiri.

Setelah menerima wahyu tersebut dari Jibril as., Huud as. mendatangi saudara-saudaranya tersebut kemudian beliau mengajak mereka untuk menyembah Allah. Wahai saudaraku perbuatan kalian menyembah berhala ini akan membuat murka Allah Azza wa Jalla, ingatlah olehmu sekalian diwaktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti yang berkuasa, sesudah lenyapnya kaum Nuh as. dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu dari kaum Nuh itu. Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat peruntungan. Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkannya? (QS. Al-A’raaf: 65 dan 69; Asy Syu’araa’: 123-127; Huud: 50-51 )

Kemarau Panjang

(QS. Asy Syu’araa’: 128-130)
Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main. Dan kamu membuat benteng benteng dengan maksud supaya kamu kekal didalamnya? Dan apabila kamu menyiksa, maka kamu menyiksa sebagai orang-orang kejam lagi bengis.

Kaum ‘Aad dikala itu diperintah oleh anaknya ‘Aad yaitu Syidad, dia mengangkat dirinya menjadi raja karena ayah dan saudaranya telah meninggal. Dia berkuasa dengan sewenang-wenang, memiliki kekayaan melimpah, dengan kekuasaan yang dimilikinya dia berkeinginan membangun kota baru.

Salah satu kisah yang dituturkan Ka’ab al-Ahbar kepada Muawiyah bin Abi Sufyan : Syidad seorang yang gemar membaca, terobsesi dengan cerita yang dibacanya tentang gemerlapnya syurga. Ia berkeinginan mewujudkan impiannya tentang bangunan di syurga hadir didunia yang nyata, lalu dikumpulkannya arsitektur di berbagai wilayah kekuasaanya dan dia meminta perbukitan disekitar lembah tempat mereka bermukim disulap jadi sebuah kota yang mirip dengan cerita tentang istana SYURGA.

Perbukitan yang subur, hijau terlihat kemanapun mata memandang, mulai dipangkas, dipotong, digunduli hutan-hutannya. Pembangunanpun di mulai, materialnya diambilkan dari tambang-tambang batu mulia yaitu emas, perak, dan batu topas. Rakyatnya ditarik pajak dari perhiasan milik mereka dan bila mereka tidak mau dengan sukarela memberikan, mereka akan disiksa dengan kejam dan harta-harta mereka akan dirampas. Raja-raja disekitar negeri kekuasaan mereka ditaklukan, mereka dipaksa menyerahkan upeti berupa semua batu mulia yang mereka miliki.

Dalam waktu sepuluh tahun, bangunan kota selesai dikerjakan, bentengpun dengan kokohnya melingkari kota tersebut. Dari tampak depan, benteng memiliki dua buah pintu yang besar dan kokoh terbuat dari kayu gaharu yang aroma wanginya menebar kesekelilingnya, daun pintu memiliki ornamen berupa bintang-bintang terbuat dari topas bewarna kuning dan merah yang sinarnya memancar keseluruh tempat tersebut.

Dibalik benteng yang tinggi kokoh dijumpai sebuah Kota, ada beberapa istana, tiang-tiangnya tinggi kokoh menjulang terbuat dari zabarjad (kristal yang biasanya digunakan untuk batu permata) dan batu yakut (topaz). Diatas setiap bangunan istana terdapat bagian yang tinggi, dan puncaknya dibalut perak, permata, yakut, zabarjad, dan emas. Dalam kota ditemukan juga terowongan-terowongan, mulut terowongan dijumpai pohon-pohon buah dan dibawahnya mengalir sungai-sungai.

Syidad dan kaum ‘Aad, menyembah berhala, menarik pajak dari rakyatnya untuk membiayai kelansungan pemerintahannya, menarik upeti dari kerajaan-kerajaan yang mereka taklukkan, jika tidak mau membayarkan pajak dan upeti maka mereka akan disiksa dengan cara yang amat kejam.

Pembangunan kota baru menyisakan bukit-bukit gundul, lembah Al-Ahqaaf yang tadinya subur berubah jadi kering kerontang, ekosistem jadi rusak, daerah tangkapan hujan dan resapan air jadi berkurang, lingkungan jadi terganggu, sungai-sungai tidak lagi mengalirkan airnya. Tuhan menjadikan itu sebab kekeringan melanda kawasan tersebut di musim kemarau yang panjang, tetapi sesungguhnya bukanlah itu sebab yang utama, kekafiran mereka mempersekutukan Tuhan dengan menyembah berhala-berhala, itulah yang membuat murka Allah SWT., percaya atau tidak mereka didera musim kering selama tujuh (7) tahun karena tidak menghiraukan seruan Tuhannya yang telah disampaikan oleh nabi Allah, Huud as.

Huud as. sedang mengolah ladangnya ketika utusan dari negeri tetangganya datang bersilaturrahim disamping ingin berkonsultasi dengan beliau masalah paceklik yang sedang menimpa negeri mereka, kedatangan utusan tersebut atas advis beberapa orang yang mendengar berita bahwa di Al-Ahqaaf ada seorang nabi dan rasul, mungkin dari dirinya kita beroleh solusi agar di negeri kita hujan bisa disegerakan turun sehingga musim paceklik ini bisa berlalu dan kehidupan kita kembali pulih seperti sebelum ini.

Utusan negeri jiran tersebut sebetulnya sudah sampai di rumah nabi Huud as., mereka disambut seorang perempuan yang rambutnya di penuhi uban dan memiliki mata juling. Perempuan tersebut memberikan petuah, untuk apa kalian berkonsultasi dengan Huud, untuk kalian ketahui, jika dia itu orang yang shaleh dan dekat dengan Tuhannya, kenapa doanya tidak didengar dan dikabulkan-Nya, ladang-ladangnya sendiri kering kerontang, hangus kena sinar matahari. Tidak masalah bagi kami, jawab tamunya, kami ingin sekali bertemu dengan beliau, dimana kami bisa menjumpainya saat ini? Perempuan itu berkata dengan ketus, cari saja di ladangnya, barangkali dia masih disana.

Setelah berucap dan bersambut salam, utusan negeri jiran berkeluh kesah kepada nabi Huud as. diladangnya, wahai nabi Allah, negeri kami saat ini juga sedang di landa musim kering seperti disini, engkau orang yang di muliakan Allah, kami percaya doamu sangat cepat di ijabah oleh Allah Azza wa Jalla, tolonglah bantu kami dengan doamu, mudah-mudahan dengan doamu hujan segera mengakhiri musim paceklik yang telah begitu lama melanda negeri kami. Pulanglah kalian, Huud as. berkata, malam segera akan datang nanti kalian bisa kemalaman di jalan, negeri kalian masih jauh dari sini, Allah SWT. telah mengabulkan keinginan penduduk negerimu, Insya Allah, hujan akan segera turun dan jangan lupa, sembahlah Allah, ikuti perintah-Nya dan jauhi larangan-Nya, perbanyaklah bersedekah kepada fakir miskin.

Di Al-Ahqaaf, Hud as., setiap hari menyeru kaumnya untuk mohon ampun kepada Allah SWT. (QS. Huud, ayat 52-57; Asy Syu’araa’: 131—138): Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu. Dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa. Orang kufur sedikit sekali bersyukur, padahal Allah SWT. telah menganugrahkan binatang-binatang ternak, anak sebagai keturunan, kebun-kebun, dan mata air. Bertaqwa kepada Allah dan mengikuti rasulnya pun mereka enggan. Seruan saudaranya tidak pernah diindahkannya karena perkiraan mereka ladangnya saja juga tertimpa kekeringan, dia sendiri tidak dibantu oleh Tuhannya, bahkan saudaranya itu dianggap gila disebabkan kemurkaan patung-patung sesembahan mereka. Untuk apa aku percaya padamu, Huud? Kemudian Huud as. kembali mengingatkan, saudara-saudaraku, aku bersaksi kepada Allah, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Dan sesungguhnya aku telah menyampaikan kepada kalian, wahai saudaraku, apa yang telah diamanahkan oleh Tuhanku dan Tuhanmu. Karena seruan-seruan tersebut, mereka dengan bengis dan kejam menyiksa nabi Hud as. dan pengikut-pengikut beliau yang beriman kepada Allah SWT. serta setia kepada nabi dan rasulnya. Meskipun mereka disiksa dengan cara apapun, tak pernah mereka takut menyeru kaumnya sampai beliau berkata; Bagi Allah mudah mengganti suatu kaum dengan kaum yang lain dan sesungguhnya kalian tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya.

Badai Topan Maha Dahsyat

Kami datangkan angin topan yang sangat dahsyat dan sangat dingin pada hari naas, terus menerus selama tujuh malam delapan hari. (QS. Al-Qamar:19; Al-Haqqah: 6-7)

Huud as. memberi peringatan pada kaumnya atas kemungkaran, kesesatan, kesewenangan mereka terhadap rakyat dan negeri-negeri jajahan mereka. Allah SWT. adalah Tuhan Yang Maha Pemaaf dan Pemberi Ampun, Dia sangat senang kalau kaum ‘Aad mau kembali ke jalan yang lurus lagi benar dan meninggalkan semua sesembahan mereka dan berbuat baik dan adil pada rakyatnya dan negeri-negeri jajahan mereka. (QS. Huud: 52) Dan dia (Huud as.) berkata: Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang sangat deras padamu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.

Tapi mereka tidak sekali-kali mau mendengarkan dan mengikuti seruan nabi Huud as., mereka mendustakannya, memperolok-olokannya, dan menantangnya datangkanlah ancaman Tuhanmu itu jika engkau adalah termasuk orang yang benar. (QS. Huud: 53) Hai Huud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sesembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak mempercayai kamu.

Suatu waktu Allah SWT. mendatangkan awan hitam di Al-Ahqaaf, mereka kaum ‘Aad sangat bergembira, tujuh tahun lamanya kawasan mereka ditimpa bencana kekeringan, dimana selama waktu tersebut Tuhan telah menahan hujan turun. Melihat langit gelap dengan awan hitam bergumpal-gumpal, raja, bangsawan, dan penduduk kota bersuka cita, karena menurut mereka Idol-Idol mereka telah mengabulkan doa-doa dan persembahan mereka terhadap sang berhala, mereka seisi kota berucap: inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami.

Huud as., oleh malaikat Jibril as. mendapatkan bisikan, itu bukanlah pertanda hujan, tetapi itulah azab yang mereka minta segerakan datang dari Allah Azza wa Jalla kepada mereka. Menerima bisikan tersebut, Huud as. mencoba terakhir kali mengingatkan dan menyeru kepada kaumnya agar menyembah Allah dan bertobat kepada-Nya; awan-awan hitam dilangit itu bukanlah pertanda hujan tapi itu pertanda datangnya azab dari Allah, cepatlah mohon ampun dan bertobat, akuilah Dia Allah tiada Tuhan selain Dia.

Mereka keukeuh dengan pendiriannya, inilah pertanda kehadiran musim hujan, dengan itu artinya mereka tetap mendustakan Huud dan tidak mau beriman kepada Allah SWT. Lalu Allah SWT. menurunkan azabnya, badai disertai angin topan yang sangat dahsyat datang menyusul kehadiran awan hitam dilangit Al-Ahqaaf , disusul angin yang sangat dingin, angin tersebut berasal dari perut bumi.

Bencana tersebut menghancurkan dan membinasakan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka tidak terlihat seortangpun tersisa diantara mereka, kecuali bekas-bekas tempat tinggal mereka, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah, akan tetapi kebanyakan dari kita tidak beriman.

Tidak ada komentar: