Kamis, 28 Januari 2010

DAHSYAT, DARI HADRAMAUT MENAKLUKKAN ROMAWI



Dzulkifli as. adalah orang yang ditunjuk dan diamanahkan wahyu oleh Allah SWT. sebagai jaminan terhadap permohonan kaumnya yang menginginkan kehidupan dunia melebihi kematian. Kaumnya termasuk hamba yang beriman hanya saja ketika nabi mereka diperintahkan untuk mengajak bangsa Romawi beriman kepada Allah Azza wa Jalla dan menganjurkan kaumnya untuk turut serta dalam menyebarkan risalah Allah SWT., kaumnya enggan. Mereka berjanji dan hanya mau ikut terlibat dalam team tersebut bilamana Allah Yang Maha Kuasa mau memberikan mereka umur yang panjang dan tidak mematikan mereka kecuali atas keinginan mereka sendiri.

dZULKIFLI as. nabi yang berasal dari Hadramaut. Hadramaut atau Hedramaut, merupakan sebuah lembah subur di negeri Yaman, bangsa Yunani menemukan mata air di gurun tandus Arabia dan mereka menyebut daerah temuannya itu dengan Hydreumata atau sumber air. Bangsa Arab menamakannya Hadramaut, karena dikaitkan dengan kepahlawanan Amir bin Qahtan, jika beliau beraksi di wilayah itu akan bergelimpangan mayat-mayat oleh pedangnya. Wilayah ini, kebanyakan asal dari keturunan Arab di Indonesia, muslim, pedagang dan petualang, mulai dari benua Afrika sampai Asia. Berdakwah, menetap, dan menikahi gadis-gadis pribumi.

Nama aslinya Uwaidiya bin Idrim (riwayat dari Abdul Azhim al-Hasani), alias Basyar bin Ayyub as-Shabir (versi Ats-Tsa’labi). Beliau termasuk umat nabi Ilyas as., berkiprah sepeninggal nabi Sulaiman as., terpilih menggantikannya karena mau melakukan kontrak kerja dengan melaksanakan tiga syarat yaitu:
1. Sepanjang siang hari akan menjalankan ibadah puasa terus menerus.
2. Saban malam menyanggupi untuk mengerjakan ibadah shalat tahajud.
3. Berjanji tidak akan emosi atau marah, bagaimanapun beratnya ujian dan cobaan yang menimpanya.

Keseharian beliau, rutin melaksanakan kontrak kerja yang dia buat bersama nabi Ilyas as. sewaktu masih hidup. Siang hari menjalankan ibadah puasa, malam harinya senantiasa mengerjakan ibadah shalat malam yaitu qiyamul lail , dan terakhir apapun yang menimpa dirinya serta umatnya selalu dia punya solusi yang sangat bijaksana tanpa sedikitpun raut wajahnya menampakkan kemarahan.

Dua buah kisah berikut merupakan sedikit hal yang diceritakan Rasulullah saw. kepada para sahabat tentang peringkat kesabaran nabi Dzulkifli as. Kisah pertama punya keterkaitan erat saat beliau melakukan kontrak kerja dengan nabi Ilyas as. Saat bersamaan dengan kontrak kerja tersebut, Iblis juga membuat kesepakatan kerja dengan pengikutnya.

Abyadh, pengikut sekaligus karyawan kontrak iblis yang akan bertindak sebagai pelaku keonaran dalam rangka menggoyahkan keimanan dan memicu kemarahan sang nabi. Di siang yang terik, dia mendatangi kediaman nabi Dzulkifli as., dia berteriak memanggil nama beliau, saat itu beliau sedang mengaso. Wahai Dzulkifli, aku telah dizalimi oleh seseorang. Beliau keluar dan menyuruh masuk tamunya yang memanggil namanya dengan tidak sopan. Ada keperluan apa saudaraku berkunjung ketempatku? dengan suara yang dinaikkan tamunya berkata; aku telah di zalimi orang.

Dengan suara lembut beliau menyarankan, ajaklah orang yang menzalimi anda datang kerumahku, mari kita selesaikan persoalan anda dengan musuh anda secara baik-baik. Belum juga selesai Dzulkifli as. mengakhiri kalimatnya, Abyadh telah memotongnya, tidak, tidak, aku tidak akan ketempatnya. Datangilah musuhmu, bawalah cincin ini dan perlihatkanlah kepadanya, kata Dzulkifli as. Akhirnya dengan cemberut dan rasa dongkol di wajahnya iblis yang sedang menyamar sebagai Abyadh meninggalkan tempat kediaman sang nabi.

Keesokan hari, matahari bersinar dalam posisi tegak lurus dengan daratan, si Abyadh muncul lagi, seperti waktu kemarin dia kembali bikin gaduh. Nabi Dzulkifli yang masih berbaring, sama dan sebangun dengan hari sebelumnya, karena malamnya melaksanakan “qiyamul lail” dan siangnya berpuasa, beliau tidur-tiduran, terus tertidur dengan lelap. Tamunya melengkingkan suaranya, aku yang kemaren dizalimi, datang, ternyata musuhku tidak mau menghargai cincin pemberian engkau kemaren. Ribut-ribut diluar, salah satu penghuni rumah tersebut keluar menemui orang yang marah-marah di halaman rumah. Wahai saudaraku, pulanglah engkau, beliau yang sedang engkau cari, saat ini sedang tidur, beliau bangun di malam dan sore hari sedangkan di waktu siang ini biasanya beliau tidur.

Aku tidak akan pulang, jawab Abyadh, tidak akan kubiarkan dia tidur dengan nyenyak sebelum persoalanku dengan musuhku yang telah menyengsarakanku di adili secara jujur. Pusing, pusing, disiang bolong dengan suhu udara yang menyengat saat itu ada saja yang tidak mau di beri nasehat, akhirnya dengan perasaan sedikit dongkol penghuni rumah tersebut dengan sedikit rasa takut membangunkan juga nabi Dzulkifli as. Karena belum cukup tidurnya, dia mengambil sesuatu dan menulis diatasnya, setelah diberi cap, disodorkan kepada yang membangunkannya dan kata beliau; tolong engkau berikan surat ini, perlihatkanlah surat tersebut ke musuh tamuku itu.

Besoknya, simelekete alias Abyadh muncul lagi, berteriak lagi dengan suara keras, sudahlah Dzulkifli, engkau tidak, tidak ada apa-apanya, suratmu tidak punya pengaruh apapun bagi musuhku, ditolehpun tidak oleh dia. Sebetulnya beliau memang menunggu kedatangan tamunya yang kemaren tapi rasa kantuk yang kuat membuatnya tertidur. Terbangun juga beliau, sayup-sayup suara tamu kemaren terdengar, hapal dia dengan suara tamunya. Beliau keluar, lansung disonsong oleh tamunya, ditarik tangan beliau, diseret ke tengah gurun panas, di bawa ketempat musuhnya, iblis. Di bawah terik panas, di padang pasir yang luas, orang yang kurang tidur, berpuasa, heran itu iblis, masih saja dia lihat senyum terpapar dari bibir Dzulkifli as. dia lepaskan tangannya yang mencengkeram lengan sang nabi, takluk, takluk aku jawab iblis bernama Abyadh, tiada amarah sedikitpun kujumpai.

Allah SWT., berfirman kepada Rasulullah saw., kisah kedua tentang kesabaran nabi Dzulkifli as.: Beliau, Aku perintahkan untuk mensyiarkan risalah-Ku ke bangsa Romawi, pengikut beliau beriman kepadaKu namun mereka enggan memenuhi ajakan nabinya.

Kami, wahai Dzulkifli as., cinta akan kehidupan, tidak mau mati sia-sia, karena akhirnya syiar risalah Allah SWT. akan berujung dengan peperangan. Meskipun demikian kami juga tidak berani melanggar ketentuan Rabb kita. Karenanya tolonglah mohon kepada Tuhan, bagi kami, lebihkan usia kami, tolong Tuhan jangan mematikan kami kecuali kematian tersebut kami menginginkannya.

Dzulkifli as., tersenyum, meskipun itu mustahil, dia lalu shalat di malam hari, setelah hanyut dengan shalatnya, ke dua telapak tangannya ditengadahkan ke atas, dengan lembut dan lirih dia berbisik seraya berdoa: Wahai Rabb, yang menitahkanku agar menyiarkankan risalah yang Engkau turunkan kepadaku untuk bangsa Romawi, umatku, memintaku agar memohon pada-Mu apa yang Engkau lebih mengetahuinya dariku. Ampuni aku, janganlah Engkau hukum diriku ini karena perbuatan orang lain selainku.

Allah SWT., mewahyukan pada Dzulkifli as., Sesungguhnya wahai hambaku yang shaleh lagi sabar, Kumengetahui keinginan umatmu, Kukabulkan doamu, akan Kupanjangkan umur mereka dan Kubiarkan kematian mereka yang akan menentukan adalah mereka sendiri.

Dilanjutkan ceritanya oleh nabi Muhammad saw., Dzulkifli as. dan pengikutnya kemudian memasuki negeri Romawi.


Romawi menurut salah satu versi, dikisahkan berasal dari nama pendahulu mereka yang menetap dan membuka tempat pemukiman baru yaitu Rum bin Aish bin Ishaq bin Ibrahim. Peradaban tempo dulu itu letaknya terpusat di kota Roma saat ini, di muara sungai Tiber. Bangsa yang semula petani ini kemudian menjadi masyarakat kapitalis dan materialis. Alhasil bangsa yang semula santun ini akhirnya doyan perang, merampas harta daerah taklukkan (Timur Tengah, sebagian jadi jajahan mereka) disamping itu mereka gemar mengumpulkan kekayaan sebagai modal usaha. Mereka membeli ladang-ladang dan kemudian penggarapannya dilakukan oleh para budak yang didatangkan dari daerah-daerah jajahan, dengan upah yang sangat rendah.

Allah SWT. mengutus nabi Dzulkifli as. ke Romawi dengan tugas utamanya adalah untuk mendakwahkan Firman Allah Azza wa Jalla, karena bangsa ini perilakunya sudah di luar batas kewajaran dan jika mereka masih mengingkari agama nenek moyangnya maka Allah SWT. mempersilahkan Dzulkifli as. dan pengikutnya untuk berjihad melawan bangsa tersebut. Ternyata pilihannya adalah jihad, beliau dan pengikutnya menghancurkan kepongahan bangsa tersebut, lalu menaklukkannya dan menguasainya, akhirnya mereka menetap disitu.

Yang menarik dari penguasa baru bangsa Romawi ini adalah jumlah populasi mereka bertambah begitu cepat, sehingga daerah tersebut penuh sesak oleh pengikut nabi Dzulkifli as. hal ini dengan sendirinya menimbulkan persoalan baru yaitu tiada lagi kenyamanan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Mereka merenung dan berpikir mencari tahu apa penyebab semua ini, ingatlah mereka akan permohonan doa dulu via nabinya, mohon dipanjangkan usia, akibatnya terjadi booming populasi karena mereka mengingkari kematian. Bersepakat mereka untuk melakukan musyawarah, hasilnya, disepakati mereka harus menemui nabi Dzulkifli as., seorang diantara mereka ditunjuk sebagai pemimpin, kemudian dia berkata pada Dzulkifli as.: wahai nabi Allah, tolonglah kami, berdoalah kepada Allah Azza wa Jalla agar kematian kami dikembalikan sesuai takdir yang telah diputuskan-Nya. Beliaupun memohon petunjuk kepada Sang Rabb, perihal permohonan umatnya. Allah SWT. kemudian mengingatkan melalui malaikat kepada nabinya, apakah kaummu lebih mengetahui bahwa pilihan-Ku jauh lebih sempurna dari pilihan mereka? Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, meskipun hambanya melakukan pembangkangan pada-Nya. Takdir kematian mereka dikembalikan seperti sediakala, maka ruh-ruh mereka kembali ke asalnya.

Dzulkifli as. wafat di negeri Syam di usia 95 tahun, meskipun demikian kelahiran Hadramaut ini dengan keshalehan dan kesabarannya serta atas izin Allah Azza wa Jalla mampu menaklukkan Romawi dan mengubah bangsa yang tadinya mungkar kepada Sang Khalik menjadi bangsa yang shaleh di zaman itu.

Senin, 18 Januari 2010

5 Rahasia Wahyu untuk Seorang Utusan Allah SWT.

Ali bin Musa ar-Rhida ra. bercerita tentang kisah seorang nabi yang hidup diantara para nabi yang lain, diceritakan oleh Rasulullah saw.:

Suatu malam Allah Azza wa Jalla menurunkan wahyu pada seorang nabi, beliau itu hidup ditengah kaumnya. Dia berfirman kepadanya: Jika waktu pagi sudah datang, apapun yang mendatangi engkau pertamakali, makanlah ia; yang berikutnya datang rahasiakanlah dia; yang ketiga berjumpa dengan-mu terimalah dia; yang keempat kamu temui, janganlah engkau kecewakan dia; dan yang terakhir bersua dengan-mu, menjauhlah darinya.

Setelah sepanjang malam beribadah kepada Allah, tidak terasa fajar telah menerangi pagi. Nabi tersebut teringat akan titah Allah SWT. semalam padanya, ia bangkit dari tempat peribadatannya menyonsong cahaya matahari pagi, berlalu sekian lama, tanpa dinyana dia telah berhadapan dengan sebuah bukit berwarna gelap. Teringat ia akan sabda Allah, jika engkau pertamakali melihat sesuatu, makanlah ia. Agak kaget berbaur dengan kebingungan, nabi tersebut tersentak, beliau berhenti, bukit ini harus aku makan, katanya pula. Tapi beberapa detik kemudian hati kecilnya berbisik, sesungguhnya jika Rabb-mu Jalla Jalaluh (Yang Maha Agung Keagungan-Nya) menyuruhmu melakukan sesuatu pastilah perintah tersebut disesuaikan dengan kemampuan yang kamu miliki. Dengan optimisme dan ikhlas diri beliau terus berjalan menghampiri bukit hitam yang menjulang tinggi, tetapi semakin dekat dengan keberadaan bukit tersebut bukit tersebut malah bukan semakin besar seperti biasa kita alami jika kita pergi mendaki gunung, semakin dekat jaraknya, bukitnya malah semakin mengecil akhirnya sesampai di bukit itu yang ditemui bukannya bukit tetapi makanan, ingat akan perintah Allah semalam, yang pertama engkau jumpai cicipilah ia, beliau dengan mengucap basmalah menyantap hidangan yang ditemuinya, dengan lahap beliau habiskan makanan tersebut kemudian diakhiri dengan berucap hamdallah.

Selanjutnya nabi Allah tersebut meneruskan perjalanan, apakah gerangan yang akan dijumpainya? Berjalan beliau menyisiri jalan, dijumpainya sebuah kantung tergeletak dijalanan, ditolehkan matanya kekanan, kehadapannya, kekiri, kebelakangnya, dan kembali kehadapannya untuk mencari-cari siapakah pemilik kantong yang dijumpainya dan berada dalam pegangannya. Di ulanginya lagi yang barusan beliau kerjakan tapi tetap tidak melihat siapa-siapa, diputuskannya untuk membuka kantung tersebut dan kagetlah ia, isinya ternyata perhiasan berupa emas dan berlian. Dia tertegun sebentar kemudian teringat dia akan Firman Allah, jika engkau menemukan sesuatu berikutnya rahasiakanlah penemuanmu. Apa makna perintah Allah ini pikirnya, lalu dia putuskan untuk menguburkan temuannya ditempat tersembunyi. Lalu dia melangkahkan kakinya dari tempat tersebut, sebelumnya dia memastikan dengan menoleh kebelakang apakah barang tersebut aman, kaget dia, ternyata kantong tersebut keluar dari lobang galian tempat dia disembunyikan, tapi nalurinya menyuruh dia melanjutkan perjalanan lagi.

Belum jauh beliau menikmati perjalanannya, dua ekor burung terlihat terbang di dekatnya. Seekor burung dengan ukuran yang tidak terlalu besar, warnanya sungguh sangat menawan, sehingga dia tertarik dengan keberadaan burung tersebut, terbang diikuti oleh seekor burung berukuran besar si Rajawali, dengan sepasang kaki yang kokoh dan kuku kakinya yang tajam. Matanya yang tajam memancarkan kekejamannya, terus menguntit burung pertama. Sejauh mata memandang hanya hamparan gurun yang terpampang dimatanya, kelelahan di kejar burung Rajawali, burung yang indah tersebut terbang mendekatinya, satu-satunya harapan tempat berlindung dari mangsa si Rajawali adalah sang nabi. Beliau secepat kilat diingatkan dengan wahyunya semalam, terimalah ia (perintah ketiga dari Allah SWT.) di ulurkan tangannya, di buka lebar-lebar lengan bajunya, si burung yang indah menawan seketika lansung menyelinap masuk ke balik lengan bajunya.

Dia lega, si burung kecil aman sudah dibalik lengan bajunya. Tapi hatinya, nuraninya merasa iba dengan burung Rajawali, matanya penuh kecewa terlihat olehnya, makanan satu-satunya untuk makan, dia dan anaknya tiba-tiba hilang, kemana lagi makanan akan dicari gumamnya. Sang nabi kembali oleh Allah diingatkan akan wahyu semalam, pesan keempat dari perjalanannya adalah janganlah engkau mengecewakan dan menjadikan yang lain berputus asa. Kalbunya diingatkan hal sedemikian, meskipun dengan perasaan kasihan yang amat sangat dan berat ia mematahkan satu dari sepasang kaki burung yang telah aman berada di balik lengan bajunya, lalu disodorkan ke burung Rajawali, dengan tangkas kakinya mencengkram potongan paha burung nan elok rupa lalu dia terbang menjauh darinya.

Kakipun kemudian di ayunkan lagi oleh sang Nabi, menempuh perjalanan berikutnya, di kejauhan terlihat berbagai macam binatang saling mengkerubuti bangkai seekor unta, bangkai tentu tidak jauh dengan busuk dan ulat, bau dan menjijikkan, setelah dia dekati itu benar adanya. Saat itulah dia ingat pesan kelima dan terakhir dari Allah Azza wa Jalla, lari, larilah kamu, larilah nabi tersebut pulang.

Nabi Muhammad SAW. mengakhiri cerita diatas dengan bertanya kepada para sahabat, dari cerita yang tadi aku re-ceritakan kepada kalian wahai sahabat-sahabatku, pesan apa sebetulnya yang diinginkan Rabb kita kepada nabi, saudaraku tersebut. Serempak, sahabat-sahabat menggelengkan kepalanya tanda mereka belum paham tentang makna yang di wahyukan kepada nabi penerima firman Allah tersebut.

Menurut Firman Allah, makna dari wahyu di atas adalah sebagai berikut:

Gunung itu ibaratnya kemarahan, seseorang jika sedang marah, dia tidak akan melihat dirinya dan kedudukannya. Tetapi, bila si marah mengenali dirinya dan kedudukannya, lalu dia mampu memenej kemarahan tersebut, maka yang akan diperolehnya adalah seperti dia sedang menyantap makanan yang sangat lezat.

Kantong berisi emas berlian bisa di korelasikan dengan amal shaleh, bilamana seorang hamba Allah merahasiakan amal ibadahnya dan menyembunyikannya, Allah SWT. senantiasa menampakkan kebaikan untuknya ditambah pahala akhirat yang disimpan Tuhan untuknya.


Burung, umpama seseorang yang datang berbagi nasehat kepada kita, terimalah kedatangannya dan camkanlah nasehat mereka.

Burung Rajawali, bagai orang yang datang kepada kita karena suatu kebutuhan, maka sebaiknya layanilah mereka dengan baik dan seyogiyanya jangan kita mengecewakan mereka.

Bangkai, dia itu merupakan gunjingan, gunjingan itu adalah fitnah, itu tidak baik dikerjakan sehari-hari, akan menimbulkan malapetaka bagi kita, menimbulkan perselisihan dan perkelahian antara sahabat dan keluarga kita, akan menimbulkan gontok-gontokan, dan bisa menyebabkan peperangan. Karena itulah Allah Azza wa Jalla berkata: larilah, hindarilah pekerjaan tersebut.

Selasa, 12 Januari 2010

Idris as., Menghidupkan yang Wafat, Diangkat Kesisi-Nya

Nabi Idris as. adalah seorang Nabi yang dibanggakan Allah swt. karena mempunyai sifat yang lurus dan olehNya ditinggikan derajadnya (QS: Maryam; 56-57) disebabkan kesabaran dan keshalehan yang dia miliki (QS: Al-Anbiyya; 85-86).


Idris as. lahir, dibesarkan, dan belajar agama sesuai dengan ajaran yang dianut oleh Nabi Adam as. di Babilonia. Beliau anak Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusy bin Syaits. Dia adalah kakek dari ayahnya nabi Nuh as. Tubuhnya tinggi besar, dadanya bidang lagi lebar, saat beliau berjalan langkahnya pendek-pendek.

Ketika dia beranjak dewasa, sebagian besar kaumnya yang menetap di Babilonia menjadi kafir kepada Allah SWT., beliau berusaha mengajak kaumnya kembali ke jalan yang benar agar mereka tidak dimurkai olehNya. Berbagai macam upaya beliau lakukan agar masyarakat Babilonia mau mengikuti ajaran-ajaran yang telah disyiarkan oleh nenek moyang mereka tetapi hanya sebagian kecil saja dari mereka yang menjadi pengikutnya.

Upaya beliau mengajak kaumnya beriman kepada Allah SWT. dengan sabar tidak membuahkan hasil, lalu beliau memutuskan untuk Hijrah ke Mesir bersama pengikutnya. Tujuan utamanya adalah untuk menyiarkan agama yang dianut dia dan leluhurnya yaitu berbuat kebenaran, berlaku adil, bersembahyang, menjalankan puasa di hari-hari tertentu dan bersedekah kepada fakir miskin.

Diriwayatkan, bahwa beliau merupakan orang pertama dari keturunan Adam as. dan Seth yang diberi gelar orang yang cinta kedamaian dan pionir menuangkan buah pikirannya dalam bentuk tulisan dengan pena. Kemahiran lainnya yang dimilikinya adalah menjahit, karena yang pertama memperkenalkan pakaian dijahit adalah beliau. Mukjizat juga diberikan oleh Rabb kepadanya berupa ilmu nujum, hisab, astronomi, dan menghidupkan orang yang sudah meninggal.

Mukjizat menghidupkan anak yang meninggal dikaitkan dengan salah satu doa beliau kepada Allah Tabaraka Wa Ta’ala. Dampak dari kekufuran umatnya adalah dikala doa beliau yang berbunyi: Aku bermohon kepadaMu agar Engkau menunda hujan kepada penduduk negeri ini dan sekitarnya sampai aku meminta kembali padaMu untuk menurunkannya.

Nabi Idris as. mengasingkan diri kesebuah Goa, sepanjang siang hari bertasbih dan berpuasa, beliau dicukupi kebutuhannya oleh Allah Azza wa Jalla dengan makanan yang dibawakan oleh malaikat di sore hari, ketika gelap malam beliau mengambil makanannya untuk berbuka puasa, melaksanakan shalat malam, dan masuk keperaduan (tidur).

Kemarau yang berkepanjangan akhirnya meninggalkan kesengsaraan yang amat sangat sehingga kaumnya harus mencari sumber makanan jauh dari desa mereka. Lamanya kemarau menerpa kaum tersebut menyadarkan mereka untuk memohon hujan kepada sang Rabb sekaligus bertobat atas perbuatan kemungkaran mereka selama ini kepada Allah SWT.

Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang menerima tobat mereka, tapi karena sebelumnya Tuhan sudah mengabulkan doa nabi Idris as., lalu Allah mewahyukan kepada hambanya yang shaleh tersebut bahwasanya kaummu telah melaksanakan pertobatan dan Aku sudah mengampuni mereka. Wahai Idris, mohonlah kepada-Ku agar hujan diturunkan di negerimu. Idris mengingat dosa-dosa kaumnya, Ya Rabb, rasanya belum setimpal hukuman yang mereka terima, jadi waktu ini aku belum mau bermohon kepada Engkau.

Satu kali lagi Allah melalui malaikat bersabda kepada Idris as.: wahai Idris yang membenarkan firman-Ku, mohonlah kepada-Ku agar kemarau ini disudahi. Nabi Idris tetap bersiteguh, urang Sunda bilang “keukeuh”, wahai Rabb, aku belum mau menyudahi siksamu ini.

Allah memanggil malaikat yang setiap sore mengantarkan makanan bagi nabi Idris; wahai hambaku mulai hari ini, stop makanan untuk hamba-Ku, Idris. Sore datang, makanan belum sampai, ditunggu sampai pagi makanan juga tidak muncul berikut dengan malaikatnya. Lapar ditahan, hari kedua, sore lagi, belum juga terlihat malaikat yang biasanya mengantarkan makanan, pagi lagi, tubuhnya mulai kekurangan gula darah, tubuh terasa lemas. Hari ketiga, kekuatan fisik beliau menurun tajam, akhirnya beliau berkeluh-kesah kepada Rabb: Wahai Rabbku, yang Maha Esa lagi Maha Mulia, Engkau telah menahan pemberian rezekiku sebelum Engkau mencabut rohku.

Keluh-kesah hambanya ditanggapi oleh sang Maha Raja pencipta Alam Semesta; wahai Idris, sabda Allah; engkau baru tiga hari tiga malam tidak dapat makanan dari-Ku, begitu cemasnya engkau, lihatlah kaummu, bertahun-tahun Ku-coba dengan tiadanya hujan, tidakkah engkau peduli? Kenapa engkau tidak mau memenuhi permintaan-Ku?

Mulai saat ini, keluarlah dari goa-mu, Aku menyerahkan rezeki-mu dengan upaya dari diri-mu sendiri.

Turun gunung, keluar dari goa, berjalan tertatih, gurat ketuaan menghiasi roman muka Idris as., dikejauhan terlihat titik menyerupai rumah, secercah harapan bersemi di atas rasa lapar yang amat sangat, jauh, jauh rasanya langkah kaki yang terseret-seret. Asa dari titik yang terlihat menguatkan langkah yang ingin bersegera menuju kesana. Seorang ibu dengan dua potong roti, Idris as. mengucap salam, assalamulaikum, Ibu yang papa menjawab; waalaikum salam. Sedikit berbasa basi, tamunya kemudian berkata, beri aku sepotong dari roti-mu, aku lapar sekali. Tiga hari sudah perut ini belum terisi oleh makanan apapun. Ibu yang papa menjawab, dua potong ini yang tersisa, inilah akibat doa yang dipanjatkan Idris as, kemudian beliau menghilang, kaumnya harus menjalani prosesi kehidupannya yang tersisa. Pemilik rumah menyarankan tamunya, please, carilah makanan di daerah lain, disekitar sini Anda akan menjumpai hal yang tidak berbeda dengan yang Anda lihat disini.

Mohon Bu, sepotong roti-mu sanggup menahan dengannya roh-ku, darinya ku akan cari makanan di negeri tetangga. Mengalir rasa iba si Ibu, aku memang punya dua potong roti seperti yang engkau lihat, disini aku tidak sendirian, ada anakku, jadi satu untuk dia, satu lagi bagianku. Jadi bila kuberikan pada-mu, aku bak makan buah si malakama, bagianku kuserahkan untukmu, aku yang celaka, jika bagian anakku engkau makan, anakku akan mati.
Tamunya, tak pernah putus asa, akalnya, ilmunya mengalir terus, berpikir. Sontak tamunya berucap, bu, begini saja, bagian anak-mu dipotong jadi dua bagian, sebagian untuk anak-mu, bagian yang lain berikanlah untuk-ku, niscaya anakmu tidak akan mati dan aku juga dapat menyambung hidup untuk mencari nafkah di daerah tujuanku nantinya.

Rayuan tamunya, meluluhkan hati si ibu, mereka makan roti bersama, si ibu dapat sepotong roti, sang tamu kebagian setengahnya hasil berbagi dengan anak si ibu pemilik rumah. Saat mereka menyantap roti, si anak pulang ke rumah, roti tinggal separuh, ada tamu lagi, dia lihat tamunya makan roti bagiannya, dia terkejut. Kemudian dikisahkan anak tersebut berpulang keharibaan Allah SWT.

Si Ibu pemilik dua potong roti sangat bersedih atas kejadian tersebut, berkata dia pada tamunya; wahai hamba Allah, engkau telah menyebabkan kematian puteraku karena kecemasannya pada makanannya.

Tamunya mendekat, menghibur si ibu, janganlah sedih wahai ibu, sungguh aku akan bantu ibu untuk menghidupkan kembali putera-mu atas izin Sang Penciptanya, Allah Tabaraka wa Ta’ala. Digapainya lengan sang anak, dipegangnya, dan berdoalah ia: wahai ruh yang telah keluar dari tubuh kecil ini, dengan seizin Allah kembalilah ketubuhnya lagi, sesungguhnya aku Idris as. Allah mengabulkan doa sang tamu, si anak hidup lagi, ibu itu terlihat sukacita.

Ibu dengan anak berpelukan, mereka menyampaikan berita sukacita pada seisi negeri bahwasanya Idris as. telah berada bersama kita lagi. Akhirnya beliau memohon kepada Allah Azza wa Jalla, wahai Rabb-ku, turunkanlah bagi negeri ini air hujan, dan bagi yang mengingkari Engkau, binasakanlah mereka semua. Awan hitam kemudian menutupi negeri tersebut, halilintar menyambar-nyambar dengan cahayanya dilangit gelap, hujan dengan derasnya mengucur bagaikan bah membasahi tanah yang puluhan tahun mengering.

Ibnu Abbas kemudian meriwayatkan, karena kebenaran, kesabaran, dan keshalehan yang dimilikinya beliau diangkat kesisi-Nya oleh Allah SWT. dan dia masih hidup.