Kamis, 29 Juli 2010

Seputar lahirnya IMAM umat Manusia

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang lalim".( QS. Al Baqarah: 124)

Dari Rasulullah saw., Abu Abdillah ra., menceritakan kisah tentang kelahiran IMAM seluruh umat manusia yaitu IBRAHIM as. Di Kaldaniyyun Ur, negeri yang disebut kini sebagai Iraq, berkuasa seorang raja yang pemerintahannya sangat dipengaruhi oleh orang-orang dekatnya. Salah satu tangan kanannya adalah Azar, ia seorang ahli nujum yang sangat berpengaruh di zaman itu apapun usulan atau ramalan yang di buatnya akan selalu di dengar oleh sang baginda raja Namrud bin Kan’an.

Suatu ketika sewaktu mereka berkesempatan bincang-bincang di sore hari, disela minuman hangat sambil bersenda gurau dengan sang raja, dia menyampaikan ramalannya kepada raja Namrud. Baginda katanya, hasil terawangan yang kulakukan beberapa waktu lalu, akan LAHIR seorang anak manusia berkelamin laki-laki, anak ini sungguh punya kemampuan luar biasa, dia akan sangat mempengaruhi kepopuleran baginda dan malah punya kecendrungan untuk merontokkan kekuasaan baginda nantinya sekaligus dia akan menghancurkan agama yang kita anut sekarang ini dan akan menggantikannya dengan agama yang baru.

Azar! baginda berucap, engkau tidak salah dengan ramalanmu, itu?

Bukan di daerah kekuasaanku ini kejadian yang akan terjadi dalam TERAWANGANmu tersebut, kan?

Sang Raja mulai sedikit terpengaruh oleh ramalan sahabatnya itu, tapi masih mencoba menahan getaran hatinya, sehingga dia masih bisa menyamarkannya, jadi kewibawaannya dihadapan sang ahli Nujumnya masih mampu dia jaga.

Agak sedikit ragu Azar memberi jawaban, tapi dia kuatkan hatinya, dengan suara lirih dia menjawab, yang saya lihat, anak tersebut memang akan muncul di daerah kekuasaan baginda. Tapi baginda tidak perlu cemas terhadap peristiwa yang akan terjadi nanti, beberapa hari ini saya mencoba mencari solusi jika memang benar kelak bayi lelaki tersebut lahir.

Solusinya begini, kita terpaksa harus memisahkan antara pria dewasa dengan perempuan dewasa sehingga tidak akan pernah terjadi kehamilan bagi pasangan yang telah menikah.

Oke jawab, Namrud, panggil pembantu-pembantuku semuanya, semua staf kerajaan menghadap rajanya, dia mengeluarkan maklumat, mulai detik ini semua laki-laki dewasa tidak boleh serumah dengan istri-istrinya, siapa yang melanggar perintahku, mereka harus di pancung dan bagi yang melahirkan bayi laki-laki, bayi tersebut harus di bunuh. Semua staf kerajaan menyampaikan perintah rajanya kepada rakyat, tentunya dengan berbagai macam ancaman.

Istri Azar sebetulnya saat itu sedang hamil tua, tapi itulah KEKUASAAN ALLAH AZZA wa JALLA, kehamilannya tidak kentara sama sekali, hanya dia dan Tuhan saja yang tahu bahwa dia sedang hamil dan kelahiran bayinya hanya tinggal menunggu waktu.

Maklumat raja, itu sebab istri Azar sementara waktu mengasingkan diri dari suaminya, dia pilih sebuah GUA, yang jauh dari keramaian, sukar di raih oleh binatang buas, untuk sementara menurutnya, dia beserta bayi di dalam perutnya aman dari penglihatan manusia dan juga aman dari gangguan binatang buas.

Persalinan pun tiba, istri Azar, melahirkan seorang bayi laki-laki, putih bersih, dan seakan-akan mengerti bahwa kehadirannya tidak disukai di negeri itu sehingga bayi tersebut tidak bersuara saat dia menikmati pertama kali dunia ini, tiada tangis bayi, ibunya sangat bersyukur atas keajaiban tersebut. Dia bersegera membersihkan bayi merah dari noda darah yang masih menempel, menyimpan ari-arinya, memotong tali pusar dan akhirnya membedung bayi tersebut dengan kain yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk menghindari dari dinginnya udara saat itu.

Beristirahat sejenak, Ibunda Ibrahim as. selanjutnya mengelilingi gua, mengamati dengan seksama keamanan buah hatinya dari kehadiran manusia dan binatang buas. Merasakan sang buah hati aman untuk ditinggal beliau kemudian pulang ke rumah dan mengerjakan kegiatan rumah tangganya seperti sediakala, begitu hari demi hari berjalan.

Sepeninggal Ibunda, sang bayi merah jika merasa haus, dia di bimbing oleh Kekuasaan Allah SWT. sehingga ibu jari tanggannya secara otomatis menempel di bibir mungilnya, dari jempol tersebut Yang Maha Rahman dan Rahim memancarkan air susu, itulah yang membuatnya selalu terlelap dalam tidurnya sehingga dia jarang sekali terjaga dalam malam.

Akhirnya Ibrahim as. tumbuh jadi remaja dewasa dan besar di dalam Gua selama lebih kurang 13 tahun. Suatu ketika kebosanan melanda dirinya, saat waktu besuk ibundanya ke Gua tiba dia mohon dengan sangat agar dia di bolehkan menyertainya keluar dari Gua tersebut. Rasa iba yang dalam terpancar dari raut wajah sang Bunda, tapi rasa iba tersebut dia kubur dalam-dalam, nak katanya, bukannya aku tak mau engkau ikut bersamaku, tapi lingkungan dan keadaan yang memaksa Bunda harus mengasingkanmu di Gua ini, demi keamanan engkau juga, nak. Tapi, Insya Allah, Bunda janji padamu, akan kucari akal bagaimana engkau bisa menikmati hari-harimu, seperti anak-anak lainnya. Saat ini sangat beresiko bagi Bunda, jika salah engkau bisa di bunuh dan kepalamu akan di penggal oleh orang-orang suruhan kerajaan. Alasan yang di buat Bundanya coba di mengerti oleh remaja uisa 13 tahun, ya Bunda semoga engkau punya jalan keluar bagiku dan semoga Tuhan memberikan jalannya bagimu.

Kala itu hari menjelang petang, matahari mulai tenggelam, jam pertemuan ibu dan anak sudah berakhir, sedih melanda dirinya. Malam tiba, bintang zuhrah terlihat di langit biru, Ibrahim remaja berkata inilah Tuhanku, ketika bintang itu mulai lenyap dari penglihatannya, hatinya berbisik, apakah Tuhan juga tenggelam ke dasar bumi? Ketika bulan menyinari malam, Ibrahim dengan riangnya anak remaja berkata; Tuhanku muncul…Tuhanku muncul…senang hatinya, Tuhan bersamanya lagi. Saat dia terjaga dari tidur lelapnya dan dirinya tidak mendapati sinar bulan…dia lemas…Tuhan, bukanlah seperti bulan, tidak mungkin seperti itu, itu pasti, kata batinnya. Dia kembali tidur, terbangun dirinya saat cahaya mentari masuk lewat mulut Gua…ini pasti Tuhan sinarnya menyinari seluruh alam, lebih besar dari bintang maupun bulan, ketika malam menjelang seiring dengan kepulangan Ibunya dari Gua, mentaripun tenggelam…oh…aku rasa ini juga bukan Tuhan.

Ibrahim adalah putera Aaazar bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh as.

Kamis, 15 Juli 2010

Baca dan Pahami Al Quran, Allah SWT akan Memuliakan Kita

Sabda Rasulullah saw:

Innallaaha yarfa’u bihadzal kitaabi aqwaamaa wa yadha’u bihi a khariina

Sesungguhnya Allah dapat mengangkat derajat suatu kaum dengan Al Quran (kitab) dan menghinakan kaum yang lain dengan Al Quran juga.

Contoh kasus dari sabda Rasulullah saw. diatas kita ketengahkan suatu peristiwa pengangkatan seorang budak yang telah di merdekakan oleh kaum muslimin untuk menjadi pemimpin. Budak tersebut setelah di merdekakan, memeluk islam kemudian dia mempelajari Al Quran sehingga dia mampu membaca Al Quran dan juga memahami ilmu yang terkandung di dalamnya.

Di masa kekalifahan Umar bin Khatab, beliau mengangkat Nafi’ bin Abdul Harits sebagai perpanjangan tangan kepemimpinan beliau di Mekah. ‘Usfan adalah suatu lembah yang semasa itu termasuk bagian dari Mekah, oleh Nafi’ bin Abdul Harits, diangkatlah seorang yang bernama Ibnu Abza, dia seorang budak yang telah di merdekakan oleh kaum muslimin di kala itu untuk menjadi pemimpin disana.

Ibnu Abza setelah di merdekakan sebagai budak mempelajari Al Quran dengan tekun sehingga dia bisa membaca dan memahami isi atau kandungan dari Al Quran dengan baik. Diantara sekian banyak penghuni lembah ‘Usfan, dialah yang berjiwa pemimpin dan pemeluk islam yang kuat pemahamannya tentang Al Quran.

Suatu hari Umar bin Khatab bersilaturrahim kekota Mekah, bersama dengan Nafi’ bin Abdul Harits pimpinan Mekah yang ditunjuk oleh beliau, mereka berkesempatan bersilaturrahim ke berbagai wilayah Mekah salah satunya adalah ke lembah ‘Usfan.

Umar bin Khatab selaku pimpinan tertinggi umat islam kala itu bertanya pada Nafi’, lembah ini bagus sekali, siapa yang engkau tugasi memimpin rakyat di lembah ini? Nafi’ menjawab pertanyaan Umar, Ibnu Abza. Dia adalah salah seorang budak yang telah kita merdekakan. Umar bin Khatab tertegun sejenak, kemudian dia meneruskan dialognya, kenapa engkau memilih dia, apakah tidak ada yang lainnya? Sebab dialah yang paling bagus bacaan Al Qurannya dan yang banyak memahami isinya, jawab Nafi’. Oh, kiranya begitu, kalau begitu aku setuju, karena Nabi saw, pernah bersabda padaku, Allah sesungguhnya dapat mengangkat derajat suatu kaum dengan Al Quran dan Dia juga bisa menghinakan kaum yang lain dengan Al Quran.

Sabda Rasulullah saw. tersebut sesuai dengan janji-Nya yang tertuang dalam (QS. Al-A’raf: 96):

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Karena keimanannya, ketekunannya membaca, menghapal, dan mempelajari Al Quran, Allah SWT. sesuai dengan janji-Nya memberikan kemuliaan kepada Ibnu Abza.

Rabu, 07 Juli 2010

Kapan Manusia Pertama Kali Berpelukan?

Di Era kenabian Ibrahim as., hidup seorang laki-laki, Mariya bin Aus namanya, waktu itu usianya menjelang enam ratus enam puluh tahun, tinggal di sebuah hutan, terpisah dengan penduduk lain oleh sebuah sungai yang sangat besar. Sekali dalam tiga tahun dia menyeberangi sungai untuk bersilaturrahim dengan penduduk kampung lainnya. Disana, terbentang padang pasir yang luas, terdapat sebuah Mihrab, tempat beliau dan orang-orang shalat dan beribadah kepada-Nya.

Suatu waktu beliau usai melaksanakan silaturrahim, shalat, dan beribadah keluar dari Mihrab, hendak kembali ketempat tinggalnya di dalam hutan, berpapasan dengan sekawanan domba, badannya terlihat gemuk-gemuk, ada rasa kagum melihat kawanan domba tersebut. Di kejauhan beliau melihat seorang pemuda, ketika telah dekat dengannya, terlihat jelas wajah pemuda penggembala tersebut, mukanya sangat tampan sekali bak bulan purnama di langit biru. Tak kuasa bibirnya bertanya pada sang pemuda; siapakah gerangan pemilik domba-domba ini?

Pemuda tersebut dengan hormat menjawab pertanyaan Mariya, pemiliknya bernama Ibrahim Khalil Ar-Rahman, kek, katanya pula.

Lalu kamu siapa, lanjut sang kakek?

Pemuda tersebut sambil tersenyum dan sangat sopan menjawab, aku anak beliau, kek, namaku Ishak, jawab pemuda itu singkat dan padat.

Sang kakek sejenak berdiam diri, dia membatin seraya berdoa kepada Allah Azza wa Jalla, Ya Allah Yang Maha Agung, perlihatkanlah dan pertemukanlah kepadaku hambaMu dan KhalilMu sebelum Engkau cabut rohku. Sang kakek yang sebetulnya sudah sering mendengar cerita-cerita tentang Ibrahim as., seorang Khalil ar Rahman atau sahabat Allah Azza wa Jalla, penasaran sekali ingin bertemu, tapi sampai umurnya sepanjang ini belum pernah dia berjumpa dengan Khalil ar-Rahman tersebut, karena itulah secara otomatis hatinya memohon kepada Sang Khalik untuk dipertemukan dengannya.

Singkat cerita, Mariya dan Ishak setelah saling berucap salam perpisahan kemudian mereka meneruskan perjalanan pulang ke rumah masing-masing. Ishak sesampai di rumah menceritakan pertemuannya dengan kakek tersebut pada bapaknya Ibrahim as.

Waktu berlalu, Ibrahim as. berkesempatan suatu waktu lewat di padang pasir dan mampir sekaligus shalat di Mihrab. Beliau bertemu dengan seorang lelaki tua di Mihrab tersebut yang sama seperti dia juga sedang beribadah bersujud kepada Ilahi Rabbi, di waktu rehat setelah beliau menunaikan shalat dan beribadah, mereka berbincang-bincang, nabi Ibrahim as. menanyakan nama dan umur orang tua tersebut?
Kakek tua tersebut kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan Ibrahim as., namaku Mariya, umurku sekitar enam ratusan tahun, tepatnya enam ratus enam puluh tahun.

Nabi Ibrahim as. kaget bercampur kagum, Mahasuci Allah, aku dipertemukan dengan ciptaan-Nya yang luar biasa, kemudian beliau melanjutkan dengan pertanyaan lainnya, wahai kakek Mariya, engkau tinggal dimana? Kakek tersebut kemudian menjawab, aku tinggal diseberang sungai, di dalam hutan, disana katanya sambil mengarahkan jari telunjuk beliau ke hutan di seberang sungai yang cukup besar.

Bolehkah aku berkunjung ketempatmu, sekalian ingin mengenal cara hidupmu, wahai bapak Mariya?

Boleh saja, disana aku hidup sendirian, mencukupi kebutuhan hidupku dengan mengeringkan buah-buahan, kemudian dengan hasil olahan itu aku mencukupi kebutuhan hiduku sehari-hari, jawabnya tangkas.

Ibrahim as. masih penasaran dengan kakek Mariya, kemudian ia bertanya lagi, cara bagaimana bapak pulang dari sini, saya tidak melihat apapun di sungai tersebut untuk membawa engkau kembali ke hutan sana?

Oh, itu yang ingin engkau tanyakan…biasalah, dengan tulang-tulang tuaku ini tentu aku tidak bisa mengayuh lagi rakit atau mendayung perahu untuk menyeberangi sungai besar lagi berarus deras tersebut, tetapi Sungguh Mahasuci Allah, aku diberi kemudahan oleh-Nya, aku yang tua ini diperbolehkan oleh-Nya berjalan di atas aliran sungai tersebut.

Mendengar jawaban sang kakek tersebut, Ibrahim as. berucap: Semoga Zat yang telah menundukkan bagimu air itu juga akan menundukkan air itu bagiku untuk menyeberanginya.

Setelah cukup menunaikan ibadah, keduanya beranjak ke tepian sungai karena mereka bersepakat untuk melanjutkan silaturrahim di rumah kakek Mariya, di hutan seberang sungai besar tersebut. Ditepian sungai, kakek tersebut melangkahkan kakinya diatas air sambil berucap: Bismillah, Ibrahim as. pun mengikutinya dari belakang, melangkahkan kakinya di atas air, serupa yang dilakoni sang kakek, kemudian dilanjutkan dengan membaca Basmalah. Sang kakek menoleh kebelakang, kini giliran sang kakek heran dan terkagum-kagum, ternyata tamunya juga bukanlah orang sembarangan.

Keduanya masuk ke rumah, setelah berbasa-basi. Nabi Ibrahim as. menginap di rumah orang tua tersebut selama tiga hari. Senang dia tinggal bersama orang tua tersebut, tapi ada ganjalan dalam hatinya, lalu dia bertanya pada sang kakek, wahai Mariya, boleh aku tanya sesuatu padamu? Boleh…boleh…boleh jawabnya ringan. Apakah engkau telah berdoa kepada Allah sehingga kita dipertemukan disini?

Kakek tersebut berdiam diri sejenak, mencoba menerawang, mengingat-ingat apa ada keinginannya, harapannya, doanya di waktu lalu. Ingat dia kembali dengan sesuatu sambil tersenyum keluarlah jawaban dari bibir tuanya, dulu, dulu sekali, tapi sudah lama sekali, sekitar tiga tahun yang lalu, aku pernah membatin sekaligus memohon kepada Allah SWT.

Oh… jawab Ibrahim as.

Kemudian kakek tersebut melanjutkan pernyataannya yang terpotong oleh gumaman Ibrahim as. Aku, tiga tahun lalu berdoa, sewaktu diriku bercakap-cakap dengan seorang pemuda tampan yang mengaku bernama Ishak. Kemudian, kakek tersebut menceritakan kepada Ibrahim as., pertemuannya dengan pemuda tersebut tiga tahun yang lalu sekaligus membeberkan permohonannya kepada Allah Azza wa Jalla pada saat itu.

Nabi Ibrahim as. tersenyum, wahai Mariya ujarnya, hari ini doamu telah dikabulkan oleh-Nya, aku adalah Ibrahim, ayah dari pemuda tampan yang bernama Ishak. Kaget, haru, bahagia, sukacita bercampur dalam hati atas anugrah kebesaran Ilahi yang diberikan padanya, sang kakek, tiba-tiba saja beliau melompat, menubruk dan memeluk nabi Ibrahim as., di kisahkan kejadian itu merupakan awalnya terjadi pelukan diantara umat manusia.