Di hadapan kaumnya Musa as. berkata: sesungguhnya telah diturunkan Taurat melalui ku sebagai referensi kehidupan bagi bani Israil dimana didalamnya mengandung hukum-hukum, ajaran, dan kisah-kisah yang dibutuhkan untuk mereka. Lalu nabi Musa as. dalam hatinya terbetik; Allah tidak menciptakan seorang makhlukpun yang lebih pandai dariku.
Allah Azza wa Jalla lalu memanggil malaikat Jibril as, lalu Jibril as. diperintahkan untuk menyampaikan wahyu yang isinya menegur nabi Musa as.: Sesungguhnya di tempat pertemuan dua buah lautan (laut Persia dan laut Romawi) di sebuah batu ada seorang laki laki yang lebih pandai dari kamu. Maka pergilah kamu kepadanya dan belajarlah dari ilmunya.
Teguran Tuhan lewat Jibril as. diterima nabi Musa as. dengan rasa ketakutan yang sangat besar sambil berucap istighfar, beliau bersegera melaksanakan perintah Allah SWT. tersebut.
Bersama muridnya, dia mencari apa yang diterangkan oleh Jibril as. padanya. Mereka menyisir pinggir pantai, terus berjalan menuju pertemuan dua buah lautan. Lelah berjalan, nabi Musa as. mengajak muridnya sejenak beristirahat, disekitar batu besar yang dijumpainya untuk melepaskan penatnya dibawah batu tersebut. Muridnya berinisiatif pergi membersihkan ikan yang ditangkap dalam perjalanan sebelumnya, menurutnya jika dia bersihkan sekarang, saat lapar nanti tinggal dibumbui lalu di bakar sebentar ikannya bisa lansung disantap. Bergegas dia menuju ke bibir pantai melewati batu batu besar disepanjang pantai tersebut, sekilas terlihat olehnya seseorang tertidur dibawah batu. Tatkala sampai di pantai yang digenangi air laut , di keluarkanlah ikan tangkapan sebelumnya.untuk dibersihkan dan dikeluarkan bagian dalam perutnya, tapi malang baginya begitu ikan dikeluarkan dari kantungnya ikan tersebut melompat kelaut lalu menghilang menuju kekedalaman.
Kebugaran mereka telah kembali setelah berselonjor beberapa saat, nabi Musa as. memanggil muridnya untuk kembali melanjutkan perjalanan. Setelah jauh berjalan, sekarang nabi Allah tersebut merasakan perutnya mulai mengeluarkan bunyi-bunyian, rasa lapar telah menghinggapinya. Dia menoleh sejenak kebelakang ke muridnya, lalu mengajak muridnya berhenti sekaligus mengajak makan. Tentu muridnya gelagapan waktu nabi Musa as. mengatakan kita berhenti di tempat teduh ini, sekalian kita makan. Kata makan artinya berhubungan dengan lauk yakni ikan yang tadinya telah terlepas ke laut ditempat perhentian sebelumnya. Wajahnya tampak pucat, sekilas terlihat oleh nabi Musa as. dan dia lalu bertanya, kenapa kamu, katanya? Meskipun ada rasa bersalah, sejenak di tarik nafasnya dalam-dalam lalu di hembuskannya pelan-pelan, muncul keberanian dan kejujurannya. Ya nabi Allah tadinya aku lupa mengatakan kepada engkau tapi sebenarnya syeitan telah menghasutnya agar tidak mengatakan kejadian saat mereka mengaso di bawah batu besar tadi. Sebetulnya ketika kita istirahat aku pergi kelaut hendak membersihkan ikan yang akan dijadikan teman makan kita, tapi ndilalah, ikan tersebut tiba-tiba saja entah dengan cara bagaimana dia melompat kedalam laut, ku coba meraihnya tapi dengan gesitnya dia menuju ketempat yang lebih dalam dan airnya juga keruh, sehingga aku kehilangan dia. Sebentar ya nabi Allah, sebelum aku meraih bibir pantai, dibawah batuan besar tersebut aku juga melihat seorang orang tua lagi beribadah. Apa katamu? Rasa lapar nabi Musa as. tiba –tiba hilang, “itulah tempat yang kita cari”. Rupanya tanda-tanda keberadaan orang yang lebih pintar dari nabi Musa as. telah dekat dari dirinya, hanya dikarenakan tidak seluruh wahyu yang disampaikan Jibril as. kepadanya di ceritakan ke muridnya, akibatnya mereka terlanjur kebablasan jauh dari posisi keberadaan orang yang di carinya. Keduanya kembali mengikuti jalan yang di lewati semula.
Batu tersebut ternyata terletak dipertemuan dua buah lautan, seorang laki laki tua sedang mengerjakan shalat. Nabi Musa as. dipertemukan dengan seorang hamba diantara hamba-hamba Allah yang telah diberikan rahmat dan diajarkan ilmu pengetahuan lansung padanya. Salam kata nabi Allah kepada hamba Allah yang telah selesai mengerjakan shalatnya. Siapakah kamu? Kata hamba tersebut. Musa menjawab aku adalah Musa bin Imran yang Allah telah berbicara lansung padaku.
Mari kita ikuti dialog lansung antara nabi Musa as. dengan Hamba Allah (yang tak lain tak bukan adalah nabi Khaidir as.) tersebut:
Musa as.: Bolehkah aku ikut denganmu? aku ingin berguru denganmu, ajarkan kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu.
Khaidir as.: Sesungguhnya engkau Musa, sekali-kali tidak akan sabar jika bersamaku, karena engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu.
Musa as.: Insya Allah, engkau akan mendapati aku sebagai orang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apapun.
Khaidir as.: Baiklah, tetapi jika engkau ikut denganku ada persyaratannya yaitu engkau tidak boleh bertanya sesuatu apapun kepadaku sebelum aku sendiri yang menerangkannya kepadamu, setuju dengan persyaratan tersebut?
Musa as.: Oke jawab nabi Musa as.
Ketiganya berjalan ke arah laut, terlihat sebuah perahu, saat mereka sudah sangat dekat, nabi Khaidir as. melambaikan tangannya pada pemilik perahu lalu beliau bernegosiasi dengannya, pemilik perahu mengizinkan ketiganya berlayar bersama yang lainnya karena keshalehan mereka. Perahu berlayar meninggalkan pantai, beberapa saat kemudian nabi Khaidir as. terlihat oleh nabi Musa as. sedang melubangi beberapa bagian lambung kapal kemudian menambal lagi bagian-bagian yang berlubang tersebut. Melihat kegiatan nabi Khaidir as. yang membahayakan seluruh penumpang kapal, nabi Musa as. menegur nabi Khaidir as., rupanya dia alpa dengan janjinya, kesabarannya menjadi hilang.
Musa as: Mengapa engkau rusak perahu ini wahai Khaidir, tegurnya?
Khaidir as: Sejenak beliau menoleh, dengan suara lirih dia berucap: telah kuingatkan sebelumnya kepadamu wahai Musa, engkau tidak akan pernah bisa sabar di dekatku?
Musa as: Wahai Khaidir, aku mohon maaf, janganlah engkau menghukumku karena ke alpaan, juga jangan engkau bebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.
Suatu ketika saat nabi Musa dan Khaidir berduaan berjalan, keduanya berpapasan dengan seorang anak kecil, tiba tiba saja anak kecil tersebut lansung dibunuh oleh nabi Khaidir as.
Musa as.: Kaget dan marah, mengapa engkau bunuh jiwa yang masih bersih, padahal dia tidak membunuh siapa-siapa? Sesungguhnya engkau telah melakukan sesuatu kemungkaran.
Khaidir as.: Wahai Musa, di awal kita sudah berkomitmen dan sebelum kita bersepakat, sudah ku katakan padamu, bila engkau nanti bersamaku pastinya tidak akan sabar, bukankah begitu?
Musa as.: Sekali lagi aku mohon maaf, aku janji, jika ku masih bertanya lagi setelah ini, maka engkau boleh melarangku bersamamu, sesungguhnya engkau sudah cukup memberikan pengajaran padaku.
Keduanya melanjutkan perjalanan lagi, di kejauhan mereka melihat perkampungan, keduanya mampir dan minta dijamu kepada penduduk setempat. Penduduk disana menolak menjamu mereka. Lalu keduanya pergi, dipinggir kampung yang sama mereka menjumpai sebuah rumah yang hampir roboh, nabi Khaidir as. berjalan mendekati rumah tersebut, bangunan rumah tersebut diperbaikinya sehingga kembali kokoh berdiri.
Musa as.: Wahai Khaidir, jika kamu mau, tentu engkau bisa mendapat upah dari kerjamu merenovasi rumah tersebut.
Khaidir as.: Mohon maaf ya Musa, engkau telah menemaniku beberapa waktu, tapi ini adalah waktu perpisahan bagi kita berdua, seperti janjimu sebelumnya padaku, jika engkau bertanya kepadaku sebelum aku menjelaskan kegiatan apa yang sedang kulakukan maka aku katamu tidak akan bersama aku lagi, begitu menurutmu.
Musa as.: Ku akan tepati janjiku, ya nabi Allah.
Khaidir as.: Sebelum perpisahan ini benar-benar terjadi, aku akan jelaskan kepadamu tentang apa yang telah kulakukan dalam kebersamaan kita yang telah menggelitik kesabaranmu.
Musa as.: Ku telah tidak sabar lagi mendapat pengajaran dari engkau ya Khaidir.
Khaidir as.: Akan kujelaskan padamu ya Musa;
Pertama, ku jelaskan tentang kapal yang aku lobangi lambungnya, pemiliknya adalah nelayan miskin, perahu tersebut sarana mereka meraih rezeki dari laut, dihadapan mereka telah menghadang tentara kerajaan, bila mereka menjumpai perahu-perahu nelayan yang bagus di lautan, lansung dirampas dari pemiliknya. Adapun jika perahu-perahu yang dihadang tersebut cacat maka perahu-perahu tersebut dibiarkan pergi.
Kedua, sebelumnya engkau katakan aku termasuk orang yang melakukan kemungkaran karena pemilik jiwa yang masih bersih telah kubunuh dengan tangan ku sendiri tanpa berperikemanusiaan menurutmu, kan? Kamu tentu mau tahu alasan apa sampai Khaidir berbuat sekeji itu? Kedua orang tua bocah tersebut adalah orang-orang mukmin yang taat kepada Rabnya. Di kening bocah tersebut, terbaca oleh ku tulisan “kafir, qalbunya telah terkunci sebagai manusia kafir” sehingga aku khawatir dia akan mendorong kedua orang tuanya menuju kesesatan dan kekafiran. Aku memohon kepada Rab, agar menggantikan bocah tersebut dengan anak lainnya yang lebih suci jiwanya dan lebih menyayangi kedua orang tuanya. (Menurut penjelasan Abul Hasan ar-Ridha as. bocah yang terbunuh tersebut di ganti dengan seorang anak perempuan oleh Allah SWT., dari keturunannya terlahir tujuh puluh orang nabi diantara nabi-nabi bani Israil).
Ketiga, dinding rumah yang hampir roboh, menurutmu agar aku meminta upah atas upayaku merenovasi dinding tersebut. Rumah tersebut adalah warisan untuk dua orang anak yatim, kedua orang tuanya shaleh, mereka menyimpan harta untuk kedua anak mereka di bawah rumah tersebut. Allah Azza wa Jalla menghendaki simpanan tersebut bisa dipergunakannya ketika mereka menjadi dewasa sebagai rahmat dari Allah, aku melakukan hal tersebut bukan karena kemauan ku sendiri.
Ya sahabatku Musa, semuanya itu datangnya dari Allah, dan itulah makna dari ketiga kejadian yang engkau tidak sabar terhadapnya.